♥ ♥ AKU DAN MEREKA ♥ ♥

♥ ♥ AKU DAN MEREKA ♥ ♥
Everytime Together

IMPLEMENTASI SOAL BIOLOGI PADA SISWA SMP ISLAM BRAWIJAYA MOJOKERTO KELAS VII D MATERI PENGELOLAAN LINGKUNGAN 

LAPORAN
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH 
Evaluasi Pendidikan IPA yang dibina oleh Ibu Dra. Sunarmi M.Pd dan Ibu Avia Riza Dwi Kurnia, S.Pd, M.Pd 

 Oleh Kelompok 4 Off AB: 
1. Priangga Budi W. (209341420888) 
2. Aidillah Nurvita R. (209341420901 ) 
3. Amalia Rif’atus Sulcha (209341420907)


UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
April 2012 


BAB I 
PENDAHULUAN 
A. Latar Belakang
Sebagai seorang calon guru yang profesional, guru harus bisa melakukan penilaian dan pengukuran terhadap siswa-siswanya. Pengukuran tersebut harus tepat dengan memperhatikan aspek-aspek tertentu. Diperlukan beberapa alat ukur untuk dapat melakukan pengukuran dengan tepat sampai akhirnya mengadakan suatu pengambilan keputusan berupa penilaian. Berkaitan dengan hal tersebut, seorang guru yang baik harus membuat suatu alat yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan dari siswa-siswanya. Alat yang digunakan tersebut biasanya berupa suatu instrument. Instrument yang bisanya dikembangkan oleh seorang guru untuk melakukan suatu pengukuran adalah berupa instrument tes dan nontes. Instrument tersebut harus memenuhi beberapa syarat yang telah ditetapkan, diantaranya adalah validitas, reliabilitas, dan daya beda. Jika kesemuanya itu terpenuhi maka dapat dipastikan bahwa alat ukur yang dibuat berupa instrumen tes tersebut layak untuk digunakan dalam pengambilan informasi atau pengukuran. Membuat alat ukur yang seperti itu memang tidak dapat dicapai dalam waktu yang relatif singkat, butuh pengalaman dan latihan dari seorang guru atau calon guru untuk mampu membuat instrument yang valid. Berkaitan dengan hal tersebut, maka disini yang kami lakukan adalah berlatih untuk membuat sebuah instrument berupa soal tes yang baik. Tidak hanya itu, seorang guru juga harus mempunyai kemampuan untuk menganalisis dan mengolah nilai hasil dari tes yang diberikan. Cara mengolah nilai yang telah banyak dikenal dan digunakan saat ini adalah PAN (Penilaian Acuan Normal) dan PAP (Penilaian Acuan Patokan). Laporan ini membahas mengenai bagaimana kegiatan yang dilakukan oleh peneliti dalam berlatih membuat instrument tes, mengimpelementasikan, dan mengolah nilai yang dihasilkan

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dikemukakan dalam laporan ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah perbandingan perolehan nilai siswa dari hasil implementasi soal yang diolah dengan menggunakan PAP dan PAN di SMP Islam Brawijaya Mojokerto?
2. Bagaimana Daya Beda (DB) dan Derajat Kesukaran (DK) tiap butir soal yang di Implementasikan di SMP Islam Brawijaya Mojokerto?
3. Bagaimana validitas, serta reliabilitas tiap butir soal yang di Implementasikan di SMP Islam Brawijaya Mojokerto?

C. Tujuan
1. Tujuan dari penulisan laporan ini adalah sebagai berikut. Bagaimana hasil perolehan nilai siswa dari implementasi soal yang dilakukan di SMP Islam Brawijaya Mojokerto yang diolah berdasarkan PAP?
2. Bagaimana hasil perolehan nilai siswa dari implementasi soal yang dilakukan di SMP Islam Brawijaya Mojokerto yang diolah berdasarkan PAN?
3. Bagaimanakah perbandingan perolehan nilai siswa dari hasil implementasi soal yang diolah dengan menggunakan PAP dan PAN di SMP Islam Brawijaya Mojokerto?

D. Batasan Masalah (Ruang Lingkup)
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Materi yang diujicobakan adalah materi yang dikhususkan untuk siswa kelas VII semester 2 tentang pengelolaan lingkungan.
2. Soal hanya diimplementasikan pada siswa kelas VII D di SMP Islam Brawijaya Mojokerto.
3. Soal yang dianalisis sebagai hasil implementasi hanya dua puluh soal pilihan ganda biasa.  


BAB II 
KAJIAN PUSTAKA 

*Reliabilitas
Reliabilitas mengarah kepada keakuratan dan ketepatan dari suatu alat ukur dalam suatu prosedur pengukuran. Koefisien reliabilitas mengindikasikan adanya stabilitas skor yang didapatkan oleh individu, yang merefleksikan adanya proses reproduksi skor. Skor disebut stabil bila skor yang didapat pada suatu waktu dan pada waktu yang lain hasilnya relatif sama. Makna lain reliabilitas dalam terminologi stabilitas adalah subjek yang dikenai pengukuran akan menempati ranking yang relatif sama pada testing yang terpisah dengan alat tes yang ekuivalen (Singh, 1986; Thorndike, 1991) dalam (Sunarti 2012) .

*Validitas
Validitas mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu alat ukur dapat dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur, yang sesuai dengan maksud dilakukannnya pengukuran tersebut, sehingga disini tampak bahwa pengertian validitas juga sangat erat kaitannya dengan tujuan pengukuran, oleh karena itu, tidak ada validitas yang berlaku umum untuk semua tujuan pengukuran. Suatu alat ukur biasanya hanya merupakan ukuran yang valid untuk satu tujuan yang spesifik, dengan demikian, pernyataan valid terhadap suatu pengukuran harus diikuti oleh keterangan yang menunjuk kepada tujuan awal pengukuran serta kelompok subjek yang mana (Azwar, 2007). Sisi lain dari pengertian validitas menurut Azwar (2007) adalah aspek kecermatan pengukuran. Suatu alat ukur yang valid tidak hanya mampu menghasilkan data yang tepat akan tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut. Cermat berarti bahwa pengukuran itu dapat memberikan gambaran mengenai perbedaan yang sekecil-kecilnya di antara subjek yang satu dengan yang lain.

*Tingkat Kesukaran (TK) / Derajat Kesukaran (DK)
 Tingkat kesukaran soal adalah peluang untuk menjawab benar suatu soal pada tingkat kemampuan tertentu yang biasanya dinyatakan dalam bentuk indeks. Indeks tingkat kesukaran ini pada umumnya dinyatakan dalam bentuk proporsi yang besarnya berkisar 0,00 ‐ 1,00 (Aiken, 1994: 66 dalam Wibowo, 2009). Semakin besar indeks tingkat kesukaran yang diperoleh dari hasil hitungan, berarti semakin mudah soal itu. Suatu soal memiliki TK= 0,00 artinya bahwa tidak ada siswa yang menjawab benar dan bila memiliki TK= 1,00 artinya bahwa semua siswa menjawab benar. Perhitungan indeks tingkat kesukaran ini dilakukan untuk setiap nomor soal. Pada prinsipnya, skor rata-rata yang diperoleh peserta didik pada butir soal yang bersangkutan dinamakan tingkat kesukaran butir soal itu. Rumus ini dipergunakan untuk soal obyektif. Rumusnya adalah seperti berikut ini (Nitko, 1996: 310 dalam Wibowo, 2009). Fungsi tingkat kesukaran butir soal biasanya dikaitkan dengan tujuan tes. Misalnya untuk keperluan ujian semester digunakan butir soal yang memiliki tingkat kesukaran sedang, untuk keperluan seleksi digunakan butir soal yang memiliki tingkat kesukaran tinggi/sukar, dan untuk keperluan diagnostik biasanya digunakan butir soal yang memiliki tingkat kesukaran rendah/mudah. Untuk mengetahui tingkat kesukaran soal bentuk uraian digunakan rumus berikut ini (Wibowo, 2009). Hasil perhitungan dengan menggunakan rumus di atas menggambarkan tingkat kesukaran soal itu. Klasifikasi tingkat kesukaran soal dapat dicontohkan seperti berikut ini. 0,00 ‐ 0,30 soal tergolong sukar 0,31 ‐ 0,70 soal tergolong sedang 0,71 ‐ 1,00 soal tergolong mudah Tingkat kesukaran butir soal juga dapat digunakan untuk memprediksi alat ukur itu sendiri (soal) dan kemampuan peserta didik dalam memahami materi yang diajarkan guru. Misalnya satu butir soal termasuk kategori mudah, maka prediksi terhadap informasi ini adalah seperti berikut. 1) Pengecoh butir soal itu tidak berfungsi. 2) Sebagian besar siswa menjawab benar butir soal itu; artinya bahwa sebagian besar siswa telah memahami materi yang ditanyakan. Bila suatu butir soal termasuk kategori sukar, maka prediksi terhadap informasi ini adalah seperti berikut. 1) Butir soal itu "mungkin" salah kunci jawaban. 2) Butir soal itu mempunyai 2 atau lebih jawaban yang benar. 3) Materi yang ditanyakan belum diajarkan atau belum tuntas pembelajarannya, sehingga kompetensi minimum yang harus dikuasai siswa belum tercapai. 4) Materi yang diukur tidak cocok ditanyakan dengan menggunakan bentuk soal yang diberikan. 5) Pernyataan atau kalimat soal terlalu kompleks dan panjang (Wibowo, 2009).

*Daya Beda (DB)
 Dalam (Sasmito,2010) menyatakan bahwa Daya beda soal adalah kemampuan suatu butir soal dapat membedakan antara warga belajar/siswa yang telah menguasai materi yang ditanyakan dan warga belajar/siswa yang tidak/kurang/belum menguasai materi yang ditanyakan. Manfaat daya pembeda butir soal adalah seperti berikut ini. 1) Untuk meningkatkan mutu setiap butir soal melalui data empiriknya. Berdasarkan indeks daya pembeda, setiap butir soal dapat diketahui apakah butir soal itu baik, direvisi, atau ditolak. 2) Untuk mengetahui seberapa jauh setiap butir soal dapat mendeteksi/ membedakan kemampuan siswa, yaitu siswa yang telah memahami atau belum memahami materi yang diajarkan guru. Menurut Sasmito (2010), semakin tinggi indeks daya pembeda soal berarti semakin mampu soal yang bersangkutan membedakan warga belajar/siswa yang telah memahami materi dengan warga belajar/peserta didik yang belum memahami materi. Indeks daya pembeda berkisar antara ‐1,00 sampai dengan +1,00. Semakin tinggi daya pembeda suatu soal, maka semakin kuat/baik soal itu. Jika daya pembeda negatif (<0) berarti lebih banyak kelompok bawah (warga belajar/peserta didik yang tidak memahami materi) menjawab benar soal dibanding dengan kelompok atas (warga belajar/peserta didik yang memahami materi yang diajarkan guru). 

*Penilaian Acuan Patokan (PAP)
PAP pada dasarnya berarti penilain yang membandingkan hasil belajar mahasiswa terhadap suatu patokan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengertian ini menunjukkan bahwa sebelum usaha penilaian dilakukan terlebih dahulu harus ditetapkan patokan yang akan dipakai untuk membandingkan angka-angka hasil pengukuran agar hasil itu mempunyai arti tertentu (Harun, tanpa tahun). Sedangkan menurut Sunarmi dan Triastono (2003: 105), Penilaian Acuan Patokan (PAP) adalah penilaian yang dilakukan dengan cara membandingkan hasil tes yang dicapai siswa dengan tolok ukur yang telah ditentukan sebelumnya. Penilaian Acuan Patokan (PAP) disebut juga penilaian menggunakan standar mutlak. Kelebihan PAP adalah memberikan nilai sesuai dengan kemampuan siswa tanpa “bantuan” dari guru.dengan kata lain nilai siswa merefleksikan kemampuan siswa yang sebenarnya, dengan catatan perangkat tes yang digunakan telah memenuhi kriteria tes yang baik. Selain itu, pengolahan data skor tes siswa lebih sederhana Sunarmi dan Triastono (2003: 105). Dengan PAP setiap individu dapat diketahui apa yang telah dan belum dikuasainya. PAP juga dapat digunakan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya kurang terkontrolnya penguasaan materi (Buana, 2011).

*Penilaian Acuan Normatif (PAN)
PAN ialah penilaian yang membandingkan hasil belajar mahasiswa terhadap hasil dalam kelompoknya. Pendekatan penilaian ini dapat dikatakan sebagai pendekatan “apa adanya” dalam arti, bahwa patokan pembanding semata–mata diambil dari kenyataan–kenyataan yang diperoleh pada saat pengukuran/penilaian itu berlangsung (Harun, tanpa tahun). Sedangkan menurut Sunarmi dan Triastono (2003: 106), Penilaian Acuan Normatif (PAN) atau penilaian menggunakan standar relatif, skor pada akhir pembelajaran yang dicapai masing-masing siswa dibandingkan dengan norma kelompoknya. Asumsinya dalam setiap kelompok heterogen terdapat kelompok baik, sedang, dan kurang sehingga dapat ditentukan nilai akhir siswa. Kelebihan PAN adalah mempertimbangkan kemampuan siswa yang heterogen sehingga setiap siswa mendapat penghargaan sesuai dengan kemampuannya. Kelemahannya, skor yang rendah mungkin dapat lulus tergantung rerata kelas Sunarmi dan Triastono (2003: 106).  


BAB III 
METODE PENGAMBILAN DATA 

*Waktu dan Tempat
1. Surat permohonan izin observasi dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Malang didapatkan pada tanggal 31 Januari 2012.
2. Penyampaian surat permohonan izin observasi dilakukan pada awal bulan Februari 2012 di SMP Islam Brawijaya, Kota Mojokerto.
3. Konsultasi materi, model soal, dan tanggal pelaksanaan implementasi dilakukan pada pertengahan bulan Februari 2012 di rumah Ibu Jannatin, Pekayon gang 4 no.2, Kota Mojokerto.
4. Implementasi soal dilaksanakan pada tanggal 22 Maret 2012. Implementasi dilaksanakan di kelas VII D SMP Islam Brawijaya, Kota Mojokerto.

*Populasi dan Sampel
Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa-siswai kelas VII D SMP Islam Brawijaya, Kota Mojokerto. Subjek berjumlah 30 orang dengan rincian 16 siswa dan 14 siswi.

*Alat Implementasi
Alat ukur yang digunakan dalam implementasi berupa soal objektif yang berjumlah 20 soal dengan opsi jawaban sebanyak 4 (a, b, c, dan d).

*Teknik Pengumpulan Data
Data diambil dari jawaban yang diberikan oleh 30 siswa kelas VII D SMP Islam Brawijaya, Kota Mojokerto. 20 soal pilihan ganda beserta 5 soal uraian yang lain akan dikoreksi dan hasilnya akan dilaporkan ke sekolah yang bersangkutan. Sedangkan untuk analisis dan pembuatan laporan, hanya 20 soal pilihan ganda yang digunakan. Hal tersebut dilakukan dengan maksud untuk mempermudah peneliti untuk menyelesaikan analisis dan laporannya sebagai tugas akhir semester.

*Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua, yaitu analisis kemampuan siswa (analisis penguasaan materi) dan analisis soal. Analisis kemampuan siswa dilakukan berdasarkan Penilaian Acuan Patokan (PAP) dan Penilaian Acuan Norma (PAN). Sedangkan Analisis soal dilakukan dengan menghitung daya beda, derajat kesukaran, validitas, dan reliabilitas. Sebelum melakukan analisis, perlu dilakukan pengoreksian jawaban terlebih dahulu. Jawaban yang benar untuk masing-masing soal dikalikan 5, sehingga jika siswa menjawab seluruh soal dengan benar (20 soal) maka siswa tersebut mendapatkan skor 100. Selanjutnya dapat dilakukan analisis kemampuan atau penguasaan materi. Untuk menganalisis kemampuan siswa dengan menggunakan PAP, skor yang diperoleh setiap siswa dapat langsung dibandingkan atau dicocokkan dengan tabel taraf penguasaan atau kemampuan seperti berikut:
TABEL TARAF PENGUASAAN/KEMAMPUAN SISWA Skala Kualitatif Skala Kuantitatif A 85 – 100 B 70 – 84 C 55 – 69 D 40 – 54 E 0 – 39 Dari hasil mencocokkan tersebut diperoleh skor kualitatif tiap siswa (A, B, C, atau D) Untuk menganalisis kemampuan siswa dengan PAN, dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut: 1.Mencari rata-rata nilai 2.Menghitung simpangan baku dari data nilai suatu kelas 3.Mencari jumlah kelas dan interval kelas 4.Mencari frekuensi nilai pada kelas interval 5.Menghitung harga rata-rata dan simpangan baku 6.Menyusun skala 1-10 dan menghitung skor Nilai Kisaran Skor 1 μ – 2,25 σ = ... 2 μ – 1,75 σ = ... 3 μ – 1,25 σ = ... 4 μ – 0,75 σ = ... 5 μ – 0,25 σ = ... 6 μ + 0,25 σ = ... 7 μ + 0,75 σ = ... 8 μ + 1,25 σ = ... 9 μ + 1,75 σ = ... 10 μ + 2,25 σ = ... 7.Mencocokkan skor dengan skala kualitatif Skala Kualitatif Skala Kuantitatif Kisaran Skor A 8-10 ... B 6 - <8 ... C 4 - <6 ... D 2 - <4 ... E 1 - <2 ... 8.Memberi nilai siswa 9.Mengidentifikasi kedudukan siswa dalam kelompoknya, tabelnya sebagai berikut:
Untuk menganalisis daya beda dan derajat kesukaran soal dapat dilakukan dengan cara memasukkan skor benar per siswa untuk setiap butir soal kemudian diurutkan dari siswa yang mendapat skor tertinggi hingga terendah. Setelah itu diambil kelompok atas dan kelompok bawah dengan cara mengalikan jumlah siswa dengan 27%. Daya beda (DB) dan derajat kesukaran (DK) soal dapat dihitung dengan rumus: Keterangan: RU : ∑ jawaban benar kelompok atas RL : ∑ jawaban benar kelompok bawah T : ∑ (siswa) RU + RL Sedangkan untuk menganalisis validitas butir soal dapat menggunakan rumus korelasi produk moment. rxy = (N ∑▒XY- (∑▒〖X) (∑▒〖Y)〗〗)/√([(N∑▒〖X^2)-〖(∑▒〖X)〗〗^2] [(N∑▒〖Y^2)- 〖(∑▒〖Y)〗〗^2 〗〗) Dan untuk menganalisis reliabilitas soal dapat menggunakan rumus Kuder dan Richardson. SB = ([∑▒〖Y^2- 〖(∑▒〖Y)〗〗^2/N〗)/N rii = n/((n-1)) ([1-M (n-M)])/(n 〖SB〗^2 ) kemudian nilai yang didapat dicocokkan dengan skala: NILAI r KRITERIA VALIDITAS/RELIABILITAS 0,80 – 1,00 Sangat tinggi 0,60 – 0,79 Tinggi 0,40 – 0,59 Cukup 0,20 – 0,39 Rendah 0,00 – 0,19 Sangat rendah Sehingga dari hasil analisis daya beda, derajat kesukaran, validitas, dan reliabilitas dapat diketahui kualitas soal-soal tersebut.  


BAB IV 
PEMBAHASAN 

 A. Riwayat Singkat Berdirinya SMP Islam Brawijaya Mojokerto
 SMP Islam didirikan pada tahun 1954 oleh para tokoh masyarakat yang mayoritas adalah tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama (NU). Pelopornya adalah KH. Ahyat Khalimi, pengasuh pondok pesantren Sabilul Muttaqin Mojokerto. Awal mula berdiri sekolah tersebut dinamakan Mu’allimin Mu’allimat Nahdlatul Ulama dalam naungan Yayasan Pendidikan Islam Sabilul Muttaqin Kota Mojokerto. Yang menjabat sebagai kepala sekolah pada saat itu adalah KH. Busyri Al-Ali. Pada tahun 1972 Mu’allimin Mu’allimat Nahdlatul Ulama diubah namanya menjadi SMP Islam Brawijaya yang berstatus diakui, dengan Kepala Sekolah Bapak KH. Munthaha dari Depag. Pada tahun 1980 jabatan kepala sekolah digantikan oleh Drs. KH. Mas’ud Yunus yang sekarang menjadi wakil walikota Mojokerto. Pada tahun 1981 status akreditasinya sudah menjadi disamakan dengan jumlah rombongan belajar 27 kelas dengan rincian kelas VII sebanyak 9 kelas, kelas VIII sebanyak 9, dan kelas IX sebanyak 9 kelas, jumlah pengajar 70 orang. Pada tahun 2000 sampai tahun 2006 Jabatan kepala sekolah dipegang oleh Drs. H. Toton Sutrisno, lalu digantikan oleh Bapak Drs. H. Sukisno hingga sekarang. Saat ini SMP Islam Brawijaya sudah menjadi rintisan sekolah standar nasional. Sekolah yang berlokasi di Jalan Brawijaya no. 99 Kota Mojokerto itu memiliki jumlah rombongan belajar sebanyak 6 kelas untuk setiap jenjang kelas VII, VII, dan IX, dengan jumlah guru 54 orang. Pada tahun ajaran 2010-2011 sekolah tersebut menjuarai lomba UKS tingkat provinsi Jawa Timur.

B. Hasil Implementasi
Soal yang diimplementasikan berupa soal pilihan ganda biasa berjumlah 20 soal, dan soal uraian yang berjumlah 5 soal. Namun, yang kami analisis di sini hanya jawaban dari soal pilihan ganda. Jawaban yang benar dikalikan 5, sehingga jika siswa menjawab benar ke 20 soal, maka nilainya 100. Berikut perolehan nilai siswa kelas VII D SMP Islam Brawijaya Mojokerto:



C. Analisis Data

D. Pembahasan
*Derajat Kesukaran (DK)
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena di luar jangkauannya. (Arikunto, 2011). Klasifikasi tingkat kesukaran soal dapat dicontohkan seperti berikut ini. 0,00 ‐ 0,30 soal tergolong sukar 0,31 ‐ 0,70 soal tergolong sedang 0,71 ‐ 1,00 soal tergolong mudah (Wibowo, 2009). Menurut analisis data yang telah kami buat, derajat kesukaran per item dari soal yang telah diimplementasikan di SMP Islam Brawijaya Kota Mojokerto menunjukkan data sebagai berikut. 
Jumlah soal yang termasuk kategori sukar banyaknya 30 %, sedang 50%, dan mudah 20%.
Menurut Sunarmi dan Triastono (2003: 11), suatu tes hendaknya wajar, sedang (tidak terlalu sukar dan juga tidak terlalu mudah. Akan tetapi, menurut Widodo (2009), tingkat kesukaran butir soal dapat mengukur kemampuan peserta didik dalam memahami materi yang diajarkan guru. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dalam menyusun suatu tes, soal yang termasuk kategori sedang proporsinya lebih banyak jika dibandingkan dengan soal yang sukar dan mudah. Namun, perlu juga di sertakan soal yang memiliki kategori sukar, agar dapat mengukur kedalaman kemampuan siswa dalam memahami materi.

*Daya Beda (DB)
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu butir soal dapat membedakan antara warga belajar/siswa yang telah menguasai materi yang ditanyakan dan warga belajar/siswa yang tidak/kurang/belum menguasai materi yang ditanyakan (Sasmito,2010). Begitu pula menurut Sunarmi dan Triastono (2003: 12), setiap pokok uji hendaknya dapat membedakan kelompok siswa yang cepat (pandai, memperoleh biji tinggi). Menurut analisis data yang telah kami buat, daya beda dari tiap soal yang telah diimplementasikan di SMP Islam Brawijaya Kota Mojokerto menunjukkan data sebagai berikut: soal yang memiliki daya beda sangat tinggi banyaknya 5 %, tinggi 15%, cukup 0%, rendah 40% dan sangat rendah 45%.
Menurut Sasmito (2010), semakin tinggi indeks daya pembeda soal berarti semakin mampu soal yang bersangkutan membedakan warga belajar/siswa yang telah memahami materi dengan warga belajar/peserta didik yang belum memahami materi. Akan tetapi, pada hasil analisis data yang kami kerjakan muncul nilai daya beda yang nilainya negatif, yaitu pada butir soal nomor 7 (nilai DB= -0,3). Lebih lanjut Sasmito (2010) menjelaskan apabila daya pembeda negatif (<0) berarti lebih banyak kelompok bawah (warga belajar/peserta didik yang tidak memahami materi) menjawab benar soal dibanding dengan kelompok atas (warga belajar/peserta didik yang memahami materi yang diajarkan guru). Menurut Arikunto, (2011) Butir soal dikatakan jelek, karena lebih banyak dijawab benar oleh kelompok bawah dibandingkan dengan jawaban benar dari kelompok atas. Ini berarti bahwa untuk menjawab soal dengan benar, dapat dilakukan dengan menebak. Jadi, dapat disimpulkan bahwa suatu butir soal dikatakan baik apabila nilai derajat bedanya lebih dari 0,4 karena soal tersebut sudah cukup (0,40 – 0,59), baik (0,60 – 0,79), dan sangat baik (0,80 – 1,00) dalam membedakan kemampuan siswa yang kurang memahami materi dan siswa yang telah memahami materi. Sehingga, pada soal yang kami implementasikan terdapat 4 soal yang layak digunakan sebagai alat ukur, yaitu butir soal nomor 2, 4, 5, dan 11.

*Validitas
Validitas mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Menurut Arikunto (2011), sebuah tes dikatakan valid apabila tes itu dapat tepat mengukur apa yang hendak diukur. Teknik yang digunakan untuk mengetahui kesejajaran adalah teknik korelasi product moment yang dikemukakan oleh Pearson. Pengertian umum untuk validitas item adalah demikian sebuah item dikatakan valid apabila mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total. Skor pada item menyebabkan skor total menjadi tinggi atau rendah. Dengan kata lain, dapat dikemukakan di sini bahwa sebuah item memiliki validitas yang tinggi jika skor pada item mempunyai kesejajaran dengan skor total. Kesejajaran ini dapat diartikan dengan korelasi (Arikunto, 2011). Menurut analisis data yang telah kami buat, validitas dari tiap soal yang telah diimplementasikan di SMP Islam Brawijaya Kota Mojokerto menunjukkan data sebagai berikut: soal yang memiliki validitas sangat rendah sebanyak 40 %, rendah 40%, cukup 10% , dan validitas tinggi 10%. Jadi, soal implementasi yang benar-benar layak untuk dijadikan alat ukur adalah soal nomor 2, 4, 5, dan 11 karena memiliki validitas yang cukup dan tinggi.

*Reliabilitas
Salah satu ciri-ciri tes yang baik adalah memenuhi syarat reliabilitas. Tes yang baik harus memenuhi reliabilitas yang tinggi. Reliabilitas disini dihubungkan dengan masalah kepercayaan. Tes yang reliabilitasnya tinggi artinya mempunyai tingkat kepercayaan yang besar. Seperti yang dikatakan oleh Arikunto (2003), dijelaskan bahwa hubungan reliablitas tes berhubungan dengan masalah ketetapan hasil tes. Itu artinya jika soal tersebut diterpakan pada siswa yang mempunyai tingkat kemampuan akademik yang relatif sama, maka hasil yang ditunjukkan akan relatif sama pula. Penekanan utama dalam mengumpulkan data untuk menentukan reliabilitas tes adalah pada konsistensi dihubungkan dengan reliabilitas skor atau reliabilitas penilai. Reliabilitas skor berarti bahwa jika suatu tes telah diadministrasikan pada penempuh ujian untuk kedua kalinya, maka penempuh ujian akan tetap memperoleh skor yang sama dengan pengadministrasian yang pertama. Salah satu cara para spesialis pengukuran dalam menentukan reliabilitas skor tes adalah melalui tes standar. Jika penempuh ujian diuji kembali, mereka harus melengkapi tugas yang sama persis dalam kondisi yang juga persis sama. Hal ini akan membantu dalam pencapaian hasil tes yang konsisten. Reliabilitas memiliki dua keajegan, pertama adalah keajegan internal yakni tingkat sejauhmana tingkat butir soal itu homogen baik dari segi tingkat kesukaran maupun bentuk soalnya. Keajegan kedua adalah keajegan eksternal yakni tingkat sejauhmana skor dihasilkan tetap sama sepanjang kemampuan orang yang diukur belum berubah. Jika kita lihat dalam analisis tingkat reliabilitas soal yang telah diimplementasikan pada siswa kelas VII D di SMP Islam Brawijaya Mojokerto, kita ketahui bahwa nilai reliabalitas dari keseluruhan soal yang telah dibuat adalah sebesar 0,82. Hasil perhitungan tersebut berdasarkan perhitungan yang menggunakan rumus K.R (Kurder dan Richardson) 21. Berdasarkan hasil perhitungan itu dapat ditetapkan bahwa soal tersebut memiliki reliabilitas yang sangat tinggi. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Mardapi (2004) yang mengatakan bahwa indeks reliabilitas soal dikatakan baik adalah minimum 0.70.

*PAN dan PAP
Telah dikatakan sebelumnya bahwa ada dua macam cara yang biasanya digunakan untuk mengolah nilai yaitu dengan menggunakan metode PAN dan PAP. Pada laporan ini, penulis mencoba untuk mengolah nilai dari soal yang diimplementasikan di kelas VII D SMP Islam Brawijaya Mojokerto dengan menggunakan kedua metode tersebut dan kemudian membandingkan perolehan nilai yang dicapai oleh siswa. Dari analisis data yang telah dilakukan sebelumnya dapat kita lihat bahwa ada perbedaan yang cukup signifikan dari hasil perolehan siswa. Pada penilaian dengan menggunakan acuan PAP tidak ada siswa yang mendapatkan nilai A, sedangkan untuk penilaian dengan PAN ada 2 siswa (6% dari keseluruhan siswa) yang mendapatkan nilai A. Untuk nilai B pada perhitungan dengan PAP masih tidak jauh berbeda karena belum ada siswa yang mendapatkan nilai B sedangkan pada PAN adalah 15 siswa dari 30 siswa atau dapat kita katakan sekitar 50%. Pada PAP jumlah siswa yang mendapatkan nilai C dan D adalah 11 (36%) dan 13 siswa (43%), sedangkan pada PAN ada 7 siswa (23%) dan 5 siswa (16%). . Dalam analisis data dengan menggunakan PAN terdapat 1 siswa (3%) yang memiliki nilai E, sedangkan untuk PAP ada 6 siswa (20%). Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa pada analisis penilaian dengan menggunakan PAP dan PAN akan mamberikan hasil yang berbeda.  


BAB V
PENUTUP 

 A.Kesimpulan
1. Pada penilaian dengan menggunakan acuan PAP siswa yang mendapatkan nilai A adalah 0, mendapatkan nilai B adalah 0, mendapatkan nilai C adalah 11 (36%), mendapatkan nilai D adalah 13 siswa (43%), dan yang mendapatkan nilai E adalah 6 siswa (20%). Sedangkan untuk penilaian dengan PAN yang mendapatkan nilai A ada 2 siswa (6%) dari keseluruhan siswa), untuk nilai B ada 15 siswa (50%), nilai C ada 7 siswa (23%), nilai D 5 siswa (16%), dan nilai E 1 siswa (3%). Jadi, perolehan nilai siswa lebih baik apabila nilai diolah dengan menggunakan PAN dari pada pengolahan nilai dengan menggunakan PAP.
2. Daya Beda (DB) dari soal yang kami implementasikan memiliki variasi sebagai berikut: sangat tinggi banyaknya 5 %, tinggi 15%, cukup 0%, rendah 40% dan sangat rendah 45%. Soal yang baik adalah soal yang memiliki indeks pembeda yang tinggi. Jadi, soal yang kami buat untuk implementasi masih perlu diperbaiki lagi agar memiliki daya beda cukup, tinggi, atau sangat tinggi. Derajat Kesukaran (DK) dari soal yang kami implementasikan memiliki variasi sebagai berikut: soal yang termasuk kategori sukar banyaknya 30 %, sedang 50%, dan mudah 20%. Soal yang baik seharusnya tidak terlalu sulit ataupun terlalu mudah. Jadi, dapat dikatakan bahwa soal yang kami buat untuk implementasi derajat kesukarannya sudah baik karena yang termasuk kategori sedang telah mencapai 50% (paling mendominasi).
3. Validitas dari soal yang kami implementasikan memiliki variasi sebagai berikut: validitas sangat rendah sebanyak 40 %, rendah 40%, cukup 10% , dan validitas tinggi 10%. Soal yang baik adalah soal yang memiliki validitas cukup, baik, atau sangat baik. Jadi, soal implementasi yang benar-benar layak untuk dijadikan alat ukur adalah soal nomor 2, 4, 5, dan 11 karena memiliki validitas yang cukup dan tinggi. Soal yang kami implementasikan memiliki indeks reliabel 0,82 jika dibandingkan dengan indeks minimum (0,70), maka soal yang kami buat cukup reliabel. Hal ini berarti soal tersebut dapat menunjukkan keajegan jika digunakan pada siswa dengan tingkat kemampuan akademik yang relative sama.

B.Saran
Beberapa saran yang dapat penulis sampaikan dalam laporan ini adalah sebagai berikut.
1. Sebaiknya pengimplementasian soal diterapkan lebih dari satu kelas agar hasil yang diperoleh lebih valid. Dengan melakukan hal tersebut, maka kita akan lebih dapat mengetahui tingkat reliabilitas, validitas, DK, dan DB dari masing-masing kelas dan kemudian akan tampak perbedaannya jika kita melakukan pengolahan nilai dengan PAP dan PAN.
2. Sebaiknya soal yang akan diimplementasikan dikunsultasikan dengan dosen dan guru yang bersangkutan lebih dari satu kali sebelum diimplementasikan.
3. Pembuatan soal implementasi sebaiknya disesuaikan dengan metode yang digunakan guru saat mengajar.
4. Pengolahan nilai dengan menggunakan PAN sebaiknya dilakukan dengan cermat dan teliti.  


DAFTAR RUJUKAN 

 Anonim. Tanpa tahun.Chapter II. (Online) (http://repository.usu.ac.id/bitstream/ 123456789/29836/4/Chapter%20II.pdf, diakses pada tanggal 24 april 2012).
Buana, Setiadi Wira. 2011. Penilaian Acuan Norma (PAN) dan Penilaian Acuan Patokan (PAP). (Online), (http://blogwirabuana.wordpress.com/2011/03/16/penilaian-acuan-norma-pan-dan-penilaian-acuan-patokan-pap/, diakses pada tanggal 24 April 2012).
Harun, Fathur Rahman. Tanpa Tahun. Penilaian dalam Pendidikan. (Online), (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3615/1/farmasi-fathur.pdf, diakses pada tanggal 24 April 2012).
Mardapi, D. 2004. Penyusunan Tes Hasil Belajar. Yogyakarta: Program Pascasarjana UNY.
Sasmito Teguh, 2010. Analisis Soal.(online) (http://teguhsasmitosdp1.files.wordpress.com/2010/05/ analisis_soal1.pdf, diakses pada tanggal 24 april 2012)
Sunarmi,. Triastono, Imam. 2003. Bahan Ajar Evaluasi Proses dan Hasil Belajar. Malang: FMIPA UM.
Sunarti, Euis, 2012. Pengukuran reliabilitas validitas.(Online) (http://euissunarti.staff.ipb.ac.id/files/2012/04/ Dr.-Euis-Sunarti-PENGUKURAN-RELIABILITAS-VALIDITAS-ok.pdf, diakses pada tanggal 24 april 2012).
Wibowo, Ardhi. 2009. Pengukuran Tingkat Kesukaran Soal Uraian. (Online), (http://blog.unnes.ac.id/ardhi/2009/08/19/pengukuran-tingkat-kesukaran-soal-uraian/, diakses pada tanggal 24 April 2012).
Widodo, Budi P.2006 Reliabilitas dan validitas konstruk Skala konsep diri untuk mahasiswa Indonesia. (Online) (http://ejournal.undip.ac.id/index. php/psikologi/article/download/686/550, diakses pada tanggal 24 april 2012).

 CATATAN: entri ini hanya sebagian dari laporan, analisis data dan bagian lain ada yg tidak disertakan.

1 komentar:

daelinwacha 4 Maret 2022 pukul 00.59  

Casino-D - Dr.MCD
Casino-D is your ultimate destination 김해 출장안마 for gaming. Join us 문경 출장안마 for an authentic Vegas experience, the chance to win real prizes, and 경상북도 출장샵 the 이천 출장안마 chance to win up 안양 출장안마 to

Posting Komentar


Biologiku ☺

Biologiku ☺
PPLM '09

  © NOME DO SEU BLOG

Design by Emporium Digital